Orang Kaya Termasuk Golongan Penerima Zakat

Orang Kaya Termasuk Golongan Penerima Zakat

Orang yang Kuat Bekerja

Orang yang masih kuat untuk bekerja juga tidak boleh menerima zakat. Hal itu terlihat dari pernyataan Rasulullah terhadap dua orang lelaki yang meminta zakat. Beliau bersabda:

“Jika kalian mau akan aku berikan kepada kalian, tetapi tidak ada hak dalam zakat ini bagi orang kaya dan orang yang kuat bekerja.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i).

Mereka dilarang memperoleh zakat karena memiliki pekerjaan yang menghasilkan. Selain itu, dikarenakan penghasilannya cukup karena mereka akan dikenai zakat dari gaji. Namun, jika tidak memiliki pekerjaan dan penghasilannya tidak cukup maka mereka boleh mendapatkan zakat.

Apa itu Mustahik dan Muzakki?

Mustahik dan Muzakki adalah istilah yang dekat dengan pengetahuan tentang golongan orang yang berhak menerima zakat. Kedua hal tersebut berhubungan langsung dengan proses pembayaran kewajiban umat Muslim ini.

Mustahik adalah sebutan untuk orang yang dalam ketentuan agama ditetapkan sebagai penerima atau yang berhak untuk menerima zakat. Golongan orang yang berhak menerima zakat ini sendiri ada beberapa macam.

Sedangkan Muzakki adalah orang yang sudah mempunyai kewajiban untuk membayar zakat karena sudah mencapai ketentuan. Pemahaman tentang golongan orang yang berhak menerima zakat dan kriteria sehingga pemilik harta wajib mengeluarkannya sudah jelas dalam Al Quran.

Golongan Orang yang Berhak Menerima Zakat

Membagikan zakat tidak boleh sembarangan. Selain harus tepat jumlahnya, juga penerimanya. Islam sudah mengatur siapa saja golongan orang yang berhak menerima zakat. Hal ini penting agar kita tidak salah sasaran memberikan apa yang menjadi kewajiban kita.

Golongan Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah (mustahik)

Siapa saja yang termasuk dalam golongan orang yang berhak menerima zakat? Beberapa diantaranya adalah orang sedang mengalami kesusahan ekonomi dan saat ini berjuang di jalan Allah.

Islam menilai mereka termasuk dalam golongan orang yang berhak menerima zakat karena sedang berjuang untuk menuju pada kebaikan. Zakat merupakan salah satu manifestasi dari semangat untuk saling menolong tersebut.

Menurut Badan Zakat Nasional (BAZNAS), ada delapan golongan orang yang berhak menerima zakat di antaranya:

Kelompok pertama dari golongan orang yang berhak menerima zakat adalah fakir. Kategori yang masuk kelompok fakir adalah orang yang berada di bawah kemiskinan karena tidak mempunyai sumber penghasilan. Salah satu penyebabnya adalah sakit yang membuatnya tidak dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan.

Kedua, golongan orang yang berhak menerima zakat adalah orang miskin. Kelompok ini secara ekonomi masih kekurangan namun sudah mempunyai sumber penghasilan akan tetapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Golongan orang yang berhak menerima zakat perlu mendapat pertolongan sehingga lebih bisa berusaha untuk mendapatkan rezeki. Sebagai sesama Muslim bisa membantu dengan banyak cara agar mereka segera keluar dari kemiskinan.

Yang termasuk dalam kelompok hamba sahaya adalah orang yang saat ini hidupnya belum merdeka atau menjadi budak. Zaman dulu golongan orang yang berhak menerima zakat dalam kelompok ini cukup banyak.

Gharim merupakan kelompok orang yang mempunyai hutang dan kesulitan untuk membayarnya. Mereka termasuk dalam golongan orang yang berhak menerima zakat sehingga bisa mengurangi masalahnya.

Solidaritas umat Muslim sangat tinggi untuk saling mendukung. Salah satunya kepada mualaf, yaitu orang yang baru saja memeluk Islam. Tidak sedikit Mualaf yang mengalami kesulitan sehingga masuk sebagai golongan orang yang berhak menerima zakat.

Yang termasuk Fisabilillah adalah orang dimana saat ini sedang berjuang di jalan Allah. Banyaknya rintangan dan waktu yang tercurah untuk Agama perlu mendapat apresiasi dengan memberikan zakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Al Quran. Fisabilillah juga termasuk golongan orang yang berhak menerima zakat.

Seorang musafir bisa saja kehabisan perbekalan. Oleh karena itu mereka termasuk golongan orang yang berhak menerima zakat. Dengan demikian kebutuhannya selama dalam perjalanan terpenuhi.

Yaitu orang yang mengurus penerimaan dan pembagian zakat. Muslim yang membantu mengurusnya termasuk golongan orang yang berhak menerima zakat. Biasanya masjid atau mushola akan membentuk panitia penerima dan penyalur zakat sebelum memasuki bulan Ramadhan.

Istri dan Anak Muzakki (Orang yang Berzakat)

Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa pendapat mayoritas ulama yakni para sahabat, tabi’in dan ulama setelahnya memperbolehkan penyaluran zakat untuk kerabat, namun tidak untuk anak dan orang tua, hal ini adalah pendapat yang rajih.

Disebutkan pula oleh Ibnu Mundzir dan Abu ‘Ubaid bahwa tidak boleh menerima zakat dari suami, anak-anak, orang tua dan istri. Sederhananya tidak boleh berzakat kepada orang yang wajib dinafkahi.

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zein menegaskan bahwa orang kaya dapat menerima zakat dengan beberapa syarat. Hal tersebut ia sampaikan dalam Kajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Masjid Islamic Center pada Ahad (26/02). Menurutnya, berdasarkan Hadis riwayat Abu Dawud dan lain-lain, zakat boleh diberikan kepada orang kaya dengan 5 alasan.

Berikut kutipan hadisnya: “Rasullah SAW bersabda, “Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali karena 5 hal: menjadi pasukan di jalan Allah, menjadi amil, menjadi orang yang memiliki hutang, dia membeli sedekah dengan hartanya atau ada tetangga miskin yang menerima sedekah dan menghadiahkan sedekah yang diterima itu kepadanya (orang kaya).”

Menurut Fuad, hadis di atas menunjukkan dua alasan pembagian zakat untuk kepentingan umum sehingga orang kaya dapat memanfaatkan atau menikmatinya. Pertama, alasan menjadi pasukan di jalan Allah. Alasan ini menunjukkan bahwa sabilillah yang dibicarakan dalam at-Taubah (9): 60 memiliki pengertian umum, tidak hanya meliputi orang miskin yang ikut berjihad saja, seperti yang disinggung az-Zamkhsyari, tapi juga orang kaya yang mengikutinya.

“Ini berarti bahwa sabilillah yang menjadi ashnaf penerima zakat itu adalah kepentingan umum sehingga orang kaya yang terlibat di dalamnya diperbolehkan untuk menerima zakat,” ucap dosen Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah ini.

Kedua, membeli sedekah. Alasan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan zakat pada zaman Nabi di antaranya didayagunakan untuk pembelian atau pengadaan prasarana dan sarana yang dapat digunakan bersama-sama oleh seluruh warga masyarakat. Contohnya yang popular adalah pembelian sebuah sumur di Madinah oleh Usman bin Affan, sahabat, khalifah dan menantu Nabi, dan airnya diperuntukkan bagi seluruh pihak yang membutuhkannya, termasuk Khalifah Usman sendiri.

“Pelaksanaan demikian jelas membuktikan adanya praktek pendayagunaan zakat untuk kepentingan umum pada zaman Nabi dan sahabat, sehingga seharusnya menjadi sunah yang diteladani,” ucap Fuad.

Bagi setiap muslim, mengetahui orang yang tidak boleh menerima zakat adalah hal penting. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan oleh umat Islam. Selain untuk mensucikan harta, dari segi sosial zakat juga memiliki fungsi penting, terutama untuk membantu orang yang dalam ekonomi kurang. Hal ini adalah bukti bahwa Islam memiliki kepedulian yang tinggi pada sesama.

Berkaitan dengan zakat, Islam memiliki ketentuan yang tegas dan detail. Bukan hanya mengenai kadar atau jenis zakat yang harus dibayarkan, ada aturan tentang penyaluran zakat tersebut.

Memang, Al Qur’an maupun Al Hadits sudah menyebutkan aturan mengenai pembagian zakat tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit juga orang yang belum mengetahui siapa saja yang tidak boleh menerima zakat.

Non-Muslim yang Menentang Islam

Ulama bersepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir muharrib atau yang menentang umat Islam.

Orang komunis yang tidak percaya dengan tuhan mereka tidak berhak mendapat bagian dari zakat, begitu pula dengan orang murtad. Karena keduanya adalah orang yang memerangi Allah SWT., dan berkhianat dari agama Islam.

Namun, ulama berbeda pendapat terkait pemberian zakat kepada ahlul dzimmah atau ahli kitab dan sejenisnya yang tinggal bersama umat Islam.

Pertama, ulama berpendapat bahwa mereka berhak menerima sedekah. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT., dalam QS. Al Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)

Walaupun demikian, prioritas zakat ataupun sedekah adalah kepada umat Islam yang fakir karena dapat meningkatkan keimanannya kepada Allah SWT.

Kedua, Sebagian ulama tidak membolehkan menyalurkan zakat kepada fakir non-muslim. Namun, bukan berarti membiarkan mereka kelaparan melainkan dapat diambil selain dari zakat yakni seperti fai’ dan ghanimah.

Ini 8 Golongan Orang yang Berhak Menerima Zakat

Golongan orang yang berhak menerima zakat ada beberapa jenis. Sebagai Muslim yang sudah memenuhi ketentuan wajib membayar atau mengeluarkan zakat, baik Fitrah, Mall maupun Profesi. Agar tidak salah, Anda perlu mengetahui siapa saja yang berhak untuk menerimanya.

Selama ini zakat umumnya dibagikan melalui amil atau seseorang yang ditugaskan dalam pembagian zakat. Ada juga yang berpendapat bahwa zakat boleh langsung dibagikan sendiri kepada golongan orang yang berhak menerima zakat. Meski demikian, hal itu boleh dilakukan jika tidak ada amil zakat atau amil tersebut terbukti tidak amanah.

Orang Kaya (Aghniya’)

Orang yang kaya memang tidak berhak mendapatkan zakat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang bersabda:

“Tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya.” (Diriwayatkan oleh lima ulama hadis).

Seorang anak yang dianggap memiliki harta dari ayahnya yang kaya juga tidak boleh menerima zakat. Seorang istri yang memiliki suami kaya juga tidak boleh menerima zakat.

Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir yang memerangi orang murtad dan orang atheis. Jumhur ulama khususnya 4 Imam Mazhab bersepakat jika zakat tidak boleh diberikan kepada kafir dzimmi sebagai fakir. Namun, mereka boleh menerima zakat jika statusnya sebagai mualaf.

Suami tidak boleh memberikan zakatnya kepada istri, karena seorang suami wajib untuk menafkahinya. Jika dia memberikan zakat kepadanya maka dia seperti orang yang memberikan pada diri sendiri akan tetapi seorang Istri boleh memberikan zakatnya pada suami menurut jumhur ulama.

Hal ini sesuai dalam Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,

Dari istri Ibnu Mas’ud bertanya kepada Rasulullah bersama dengan seorang wanita Anshar Rasulullah pun menjawab: “ keduanya mendapatkan dua pahala, pahala zakat dan pahala kerabat.” ( Asy-Syaikhani).

Selain itu kita juga tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua. Hal itu disebabkan karena orang tua adalah tanggung jawab anaknya. Dengan kata lain, seorang anak tidak boleh memberikan zakat tetapi memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.

Syarat dan Cara Menyalurkan Zakat Fitrah

Zakat fitrah dibayarkan setiap bulan suci Ramadhan mulai dari terbit fajar sampai dilaksanakan shalat Idul Fitri. Sedangkan syarat wajib untuk membayar zakat berdasarkan panduan dari Kementerian Agama adalah:

Setiap Muslim, baik yang merdeka mempunyai kewajiban untuk membayar zakat tepat pada waktunya. Hal ini tidak bisa ditawar selama memenuhi ketentuan.

Muslim yang wajib berzakat adalah yang masih hidup sampai pada malam terakhir Ramadhan. Jika meninggal pada saat bulan Ramadhan dan belum sempat membayar, maka keluarga tidak berkewajiban untuk memberikannya.

Islam selalu mengedepankan hal yang paling prioritas, yaitu memenuhi kebutuhan keluarga. Umat Islam yang wajib membayar zakat fitrah harus sudah mempunyai persiapan bahan makanan pada hari raya Idul Fitri.

Cara menyalurkan zakat fitrah adalah:

untuk jenis makanan yang sebaiknya digunakan membayar zakat fitrah adalah menyesuaikan dengan apa yang paling sering dimakan.Jika beberapa waktu sebelumnya jenis yang paling sering adalah nasi atau beras, maka bahan makanan inilah yang diberikan pada penerima.

Keluarga kita juga mempunyai kewajiban untuk membayar zakat fitrah. Ketika mengeluarkannya sebaiknya, juga menghitung dan membayarkan kewajiban dari anggota keluarga yang menjadi tanggungan.

Seperti amalan yang lain, maka sebelum membayar zakat fitrah harus mengucapkan niat terlebih dulu. Jika diartikan dalam Bahasa Indonesia niat zakat fitrah adalah, “Aku mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala”.

Berikutnya, cara membayar zakat fitrah adalah dengan mendatangi amil atau orang yang mengurusnya. Biasanya di setiap masjid atau mushola ada panitia yang bertugas untuk menerima dan menyalurkan zakat fitrah. Meski demikian, boleh membayar dimana saja, misal di tempat kerja atau langsung kepada yang berhak menerima.

Pembayaran zakat fitrah tidak boleh melebihi atau sebelum waktu yang ditentukan. Ketentuan ini harus ditepati, jika tidak sesuai maka pembayarannya tidak dianggap sebagai zakat, namun sedekah biasa.

Setelah membayar zakat fitrah dianjurkan berdoa yang artinya, “Ya Allah, terimalah amal ibadah kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Tujuan berdoa adalah agar pemberi atau orang yang membayar zakat mendapatkan keberkahan. Doa ini boleh diucapkan dalam hati atau di batin saja.

Ikhlas artinya merelakan atau tidak mengungkit lagi apa yang sudah kita berikan sebagai cara untuk memenuhi kewajiban umat Muslim. Setelah memberikannya tidak boleh menceritakan atau mengingat kembali. Apalagi terhadap si penerima karena dapat menyakiti hatinya.